Kabarindoku.com,NTT--Netralitas ulama ikut diuji jelang pemilihan umum (Pemilu) serentak, antara lain kontestasi Pemilihan Presiden Pilpres (Pilpres) dan Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg). Lalu bagaimana seharusnya ulama mengambil peran ?
Dalam acara Ngobras alias Ngopi Serap Aspirasi Bersama Gema Santri Nusa (Gerakan Mitra Santri Nusantara) bertema Menjaga Citra Dan Marwah Ulama di Tahun Politik yang digelar Gema Santri Nusa, Kamis, (26/10/2023), fokus utama pembahasan adalah mengenai netralitas dan peran Ulama jelang Pemilu.
Acara Ngobras tersebut merupakan salah satu program kerja Gema Santri Nusa, dan Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah Kabupaten/Kota yang ke-171 untuk penyelenggaraan Program Gema Santri Nusa.
Tujuannya, untuk mengingatkan kembali agar ulama tidak terkontaminasi dengan friksi-friksi atau polarisasi yang ada di tahun politik. Peserta Ngobras adalah tokoh-tokoh agama dan tokoh pesantren se-Provinsi NTT,
Ketua Umum Gema Santri Nusa, KH Akhmad Khambali SE MM, yang hadir sebagai Pemateri, mengatakan bahwa peran ulama harus netral di dunia politik, tidak boleh berpihak kesatu politisi.
"Situasi politik ini sudah mulai panas apalagi setelah berakhirnya pendaftaran Bacapres/Bacawapres pada tanggal 25 Oktober 2023 kemarin, kegiatan ini digelar untuk mengingatkan kembali kepada tokoh-tokoh agama untuk tetap netral jelang pemilu ini tiba," ujar Kyai Akhmad Khambali yang juga Pengurus Harian BPET MUI Pusat.
Kyai Akhmad Khambali menjelaskan kembali, bukan berarti ulama tidak boleh berpolitik, namun peran seorang ulama sangat penting dalam pemerintahan atau kepada politisi sekalipun untuk memberi nasehat dan masukan.
"Ulama tidak dilarang berpolitik, justru harus masuk juga (politik) untuk menasehati para penguasa di pemerintahan dalam konteks kebaikan ummat, tapi tidak boleh terlibat secara politik praktis," tukas Kyai Khambali yang juga Pengasuh Ponpes Wirausaha Ahlul Kirom.
Ia menambahkan, keterlibatan ulama di dunia politik harus memberi solusi, bukan pembuat masalah.
"Ulama itu harus menyelesaikan masalah bukan menjadi sumber masalah," tambah Kyai Khambali.
Kyai Khambali yang juga Pengasuh Majelis Sholawat Ahlul Kirom menerangkan, Ulama punya kewajiban menyampaikan pencerahan kepada ummat dalam menghadapi perbedaan politik di tengah masyarakat.
"Sangat penting adalah bagaimana Ulama ini memberi pencerahan kepada umat, baik dalam menghadapi masalah politik maupun yang lain, sehingga umat ini betul-betul bisa menentukan pilihannya," jelasnya.
Dirinya menuturkan Gema Santri Nusa dan Ulama harus menjaga keutuhan antar umat beragama serta menjadi contoh dalam berbagai hal, terlebih dalam mengahadapi Pemilu 2024.
"Kedua adalah, Gema Santri Nusa dan Ulama memelihara persatuan dan kesatuan umat, memelihara harmonisasi hubungan antara umat beragama," pungkas Kyai Khambali.
"Tidak salah juga mereka (politisi) jika datang ke Ulama untuk meminta nasehat, arahan, bagaimana menjadi politisi yang berintegritas, pemegang amanah, sebagai wakil rakyat yang baik," lanjut Kyai Khambali.
Kyai Khambali menuturkan bahwa politik para Ulama harus melampaui politik terkait Pilpres, Politik para Ulama adalah politik keumatan dan ini jauh lebih mulia serta lebih bermartabat", tutupnya.