Chrismo H Sitorus |
KUALIFIKASI DELIK PASAL 28 AYAT (2) JO. PASAL 45 UU ITE SERTA PENJABARAN UNSUR-UNSURNYA
Oleh : Chrismo H Sitorus
Di dalam UU ITE, tidak spesifik pada unsur kesengajaan ataupun maksud menunjukkan kebencian, seperti yang diatur dalam KUHP dan UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, melainkan hanya memuat “sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi”. Hingga dapat dikatakan unsur niat atau kesengajaan hanya dilekatkan pada perbuatan “penyebaran” informasi elektronik atau muatannya. Namun, walaupun ketentuan pidana dalam UU ITE lebih karet dengan derajat yang rendah, ancaman pidana yang tercantum justru lebih tinggi dibandingkan dengan ancaman pidana di KUHP.
Adapun bunyi pasal 28 ayat 2 dan sanksinya dalam pasal 45 A ayat (1) yakni Pasal 28 ayat (2) “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Dan Pasal 45A ayat (1) “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1. 000.O00. 000,00 (satu miliar rupiah).”
Genus Norm Pasal 28 ayat (2) UU ITE adalah pada Pasal156 KUHP dan Pasal157 KUHP. Pasal 156, 157 KUHP yang juga termasuk dalam pasal-pasal berkategori hate speech bukan delik aduan. Pasal 15 dan 157 adalah delik biasa (gewone delicten), artinya dapat dituntut tanpa adanya suatu pengaduan. Mengapa pasal 156 dan 157 bukan delik aduan? pembentuk undang- undang mengkategorikan dalam delik biasa karena yang ditujukan dalam Pasal 156 dan 157 bukanlah orang perseorangan tetapi penghinaan (hate speech) yang ditujukan pada golongan. Jika menyangkut orang banyak dan cenderung menimbulkan friksi yang lebih besar maka tugas negara mengambilalih menyelesaikan sehingga menjadi ranah publik.
Berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Transaksi Informasi dan Transaksi Elektronik (SKB), dalam Point a pedoman pasal 28 ayat 2 dikatakan bahwa “Delik utama Pasal 28 ayat (2) UU ITE adalah perbuatan menyebarakan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok masyarakat berdasar suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA). Dari uraian tersebut didapati suatu kesimpulan bahwa, pasal tersebut berorientasi pada perbuatan dan bukan akibat, sehingga jenis delik dari pasal 28 ayat (2) UU ITE adalah delik biasa.
Jikalaupunada pandangan bahwa delik pada Pasal 28 ayat (2) UU ITE merupakan bentuk dari delik materiil, yaitu jika akibat adanya rasa kebencian atau permusuhan antar kelompok masyarakat yang telah terjadi maka delik tersebut telah selesai dengan sempurna. Alasannya yaitu dalam kaitannya terhadap pembuktian, rasa kebencian merupakan rasa tidak senang/tidak suka perlu diketahui dengan jelas, sedangkan rasa permusuhan lebih mengarah kepada rasa tidak senangnya karna menganggap bahwa seseorang atau kelompok lainnya adalah musuhnya. Perasaan semacam ini hanya ada didalam hati yang kemudian sulit dilakukan pembuktian selama belum ada bentuk nyata dari tindakan yang menggambarkan kebencian atau permusuhan. Namun apabila pebuatan tersebut telah diwujudkan sementara tidak timbul akibatnya, maka hal tersebut termasuk ke dalam percobaan sehingga si pelaku atau pembuatanya sudah dapat di pidana.
Jika dilihat unsur-unsur Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:
- Unsur Setiap Orang
Pengertian setiap orang adalah orang perorangan atau korporasi sebagai subyek hukum atau pelaku suatu tindak pidana yaitu orang atau manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban yang telah melakukan suatu perbuatan pidana yang mampu dipertanggungjawabkan secara hukum
- Unsur dengan sengaja dan tanpa hak
Unsur dengan sengaja diartikan sebagai “pelaku menghendaki dan mengetahui apa yang dilakukan, dalam hal ini perbuatan sipelaku bertujuan untuk menimbulkan akibat yang dilarang yaitu perbuatan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan mengetahui bahwa Informasi dan/atau Dokumen Elektronik tersebut memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Sementara unsur tanpa hak dalam kesempatan yang sama juga diartikan sebagai “perumusan sifat melawan hukum yang dapat diartikan (1) bertentangan dengan hukum dan (2) bertentangan dengan hak atau tanpa kewenangan.
- Unsur menyebarkan informasi
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan menyebarkantermasuk didalamnya kata membagi-bagikan, mengirimkan ( misalnya surat ,undangan dll) sedangkan Berdasarkan UU ITE, Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, tetetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya
- Unsur yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan /kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku,agama,ras,dan antar golongan (SARA)
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesaia memberikan arti kebencian adalah perasaan benci;sifat-sifatbenci.sedangkan Dalam arti hukum, ucapan kebencian (hate speech) adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku, pernyataan tersebut, atau korban dari tindakan tersebut. sedangkan permusuhan berasak dari kata musuh yang artinya lawan (berkelahi, bertengkar, berperang, berjudi, bertanding, dsb).