Revisi Pengaturan Honorarium Kurator Dalam Kerangka Melindungi Kepentingan Debitor - Oleh : Benri Pakpahan

Benri Pakpahan

Revisi Pengaturan Honorarium Kurator Dalam Kerangka Melindungi Kepentingan Debitor

Oleh : Benri Pakpahan

    Didalam kepailitan, kurator memegang peranan yang sangat penting, karena kuratorlah yang nantinya akan bertugas untuk mengurus dan memberesi harta pailit (boedel pailit). Kurator melaksanakan tugas dan kewajiban tersebut berpedoman kepada undang-undang yang mengaturnya yaitu Undang-undang No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Menurut pasal 1 ayat (5) kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Pasal 16 ayat (1) Undang-undang kepailitan, kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Kurator diangkat oleh pengadilan niaga melalui putusan pernyataan pailit, serta mulai bertugas sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali

    Tugas yang diberikan oleh majelis hakim pengadilan niaga kepada kurator ada 2 (dua). Pertama, tugas pengurusan harta pailit yaitu dengan cara melakukan pengamanan harta pailit (khususnya harta pailit yang dengan mudah dapat dialihkan/disembunyikan oleh debitur pailit seperti perhiasan, uang maupun barang bergerak lainnya), pendataan, serta penilaian harta pailit dan penyusunan daftar piutang (termasuk nama dan tempat tinggal kreditur serta jenis piutang yang terdiri dari kreditur preferen, kreditur separatis dan kreditur konkruen). Kedua, tugas pemberesan harta pailit yaitu dengan mencairkan atau menjual harta pailit untuk pelunasan hutang bagi kreditur. Penjualan harta pailit tersebut dilakukan dengan lelang atau penjualan di bawah tangan atas persetujuan Hakim Pengawas. Harta pailit, setelah dijual, maka kuarator membagi harta pailit sesuai dengan daftar piutang dengan memperhatikan nilai harta pailit, besar dan jenis kreditur, biaya kepailitan dan imbalan jasa curator.

    Kurator bukan bekerja tanpa imbalan. Tidaklah mungkin ada kurator yang bersedia melaksanakan tugas tanpa imbalan apa pun. Dengan berlakunya Undang-undang No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, kurator merupakan profesi baru. Terdapat hak yang diberikan kepada kurator terkait dengan proses kepailitan seperti hak kurator untuk menerobos hak privasi debitor. Undang-undang No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak menginginkan debitor pailit melakukan hubungan rahasia dengan pihak-pihak lain yang dapat membahayakan jumlah dan nilai harta pailit. Untuk mencegah terjadinya hal itu, Pasal 105 (1) memberikan kewenangan kepada kurator untuk membuka surat dan telegram yang dialamatkan kepada debitor pailit. Pasal 105 ayat (2) mewajibkan kepada kurator untuk segera menyerahkan kepada debitor pailit surat dan telegram yang tidak berkaitan dengan harta pailit.

    Atas jasa pengurusan atau pemberesan harta pailit itu, kurator berhak mendapat bayaran (fee). Fee kurator merupakan imbalan atau upah yang harus dibayarkan kepada kurator yang besarnya ditentukan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Besaran fee kurator saat ini merujuk Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Pedoman Imbalan Jasa Bagi Kurator Dan Pengurus. Berdasarkan Peraturan Menteri tersebut pada Pasal 3 ayat (1) untuk menentukan besarnya Imbalan Jasa bagi Kurator ditentukan dengan keadaan-keadaan sebagai berikut: dalam hal kepailitan berakhir dengan perdamaian, Imbalan Jasa dihitung dari persentase nilai utang yang harus dibayar oleh Debitor, dalam hal kepailitan berakhir dengan pemberesan, Imbalan Jasa dihitung dari persentase nilai hasil pemberesan harta pailit di luar utang; atau cdalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak di tingkat kasasi atau peninjauan kembali, besarnya Imbalan Jasa dibebankan kepada pemohon pernyataan pailit atau pemohon dan Debitor yang besarannya ditetapkan oleh majelis Hakim.  Dalam  Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Pedoman Imbalan Jasa Bagi Kurator Dan Pengurus memang telah terdapat langka progresif dalam penentuan  imabalan ataupun fee bagi kurator dimana Pasal 3 ayat (4) telah memungkinkan tarif jam kerja bagi yaitu paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah) per jam. Namun ketentuan tersebut masih terbatas berlaku dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak di tingkat kasasi atau peninjauan kembali. 

    Ketentuan Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 merupakan meskipun saat ini masih terbatas pemberlakuannya. Tetapi setidaknya kedepannya ketentuan tersebut dapat diberlakukan untuk menentukan imbalan kurator dalam semua hal atau kurator diberikan upah dengan hitungan kerja per jam. Mengapa hal demikian sebenarnya penting dan harus dilakukan. Karena dengan ketentuan tersebut setidak-tidaknya kepentingan debitor terlidungi dari oknum-oknum kurator yang tidak professional. Melihat konsep pemberian imbalan kurator saat ini yang didasarkan pada nilai utang dan persentase pada praktiknya membuka peluang kesewenangan kurator dalam proses kepailitan seperti mark up tagihan. Dimana dalam hal ini kurator melebihkan nilai tagihan dari yang diajukan kreditur yang tentu merugikan debitur. Praktik tersebut merupakan dipicu oleh dan karena konsep pembayaran imbalan kurator bergantung pada nilai utang dan persentase yang telah ditentukan . karena semakin banyak nilai utang maka semakin besar pula jasa imbalan kurator. Tetapi jika kurator diberika jasa imbalan berdasarkan hitungan per jam maka setidak-tidaknya memaksimalkan pekerjaannya menjadi professional dan independen dalam menetukan jumlah tagihan. 



Post a Comment

Previous Post Next Post