PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA TERHADAP KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA LAMA YANG TIDAK SESUAI DENGAN RASA KEADILAN - By FARHAN ZULFAHMI

 

FARHAN ZULFAHMI

PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA TERHADAP KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA LAMA YANG TIDAK SESUAI DENGAN RASA KEADILAN

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana No. 1 Tahun 2023 merupakan cerminan daripada pembaharuan Hukum Pidana. Salah satu pertimbangan dalam pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu pasal maupun nilai yang terkandung dalam isi kitab Undang-Undang hukum pidana tidaklah sesuai dengan situasi perkembangan sosial masyarakat dan kejahatan yang terjadi sampai saat ini. Pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam pembentukannya berlangsung sangat lama, ini disebabkan karena tidaklah mudah menyatukan semua asas keadilan asas kemanfaatan dalam memberikan rasa aman dan ketertiban dalam bermasyarakat.

Pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya adalah “membangun atau mempengaruhi pokok-pokok pemikirin, konsep, dan ide dasarnya”, bukan sekedar memperbaharui atau mengganti perumusan pasal (undang-undang) secara tekstual. Pembaharuan hukum pidana harus ditempuh dengan pendekatan yang berorientasi pada nilai. Asas keseimbangan dalam merumuskan suatu tindak pidana, tidak hanya didasarkan adanya “tindak pidana” (TP) dan “kesalahan atau pertanggungjawaban pidana” (K/PJP), tetapi juga didasarkan pada “tujuan pemidanaan. Menurut Barda Nawawi Arief, ide keseimbangan antara lain mencakup:

1.      Keseimbangan antara perlindungan/ kepentingan pelaku tindak pidana (ide individualisasi pidana) dan korban tindak pidana;

2.      Keseimbangan antara kriteria formal dan materiel;

3.      Keseimbangan antara kepastian hukum, kelenturan/elastisitas/ fleksibilitas, dan keadilan;

4.      Keseimbangan nilai-nilai nasioanal dan nilai-nilai global/internasional/ universal.

KUHP yang selama ini berlaku di Indonesia belum memiliki asas keseimbangan. Banyaknya kasus-kasus yang terjadi di Indonesia yang dianggap sangat jauh dari keadilan, akan tetapi disisi lain Hakim juga mengalami suatu problem mengingat KUHP yang masih bersifat kaku. Contohnya pada tahun 2009 di Batang, terdapat kasus Nyonya Manisih, yang mengambil kapuk randu yang telah jatuh dan diproses seperti pencurian biasa. Bila dirupiahkan nilai yang dicuri oleh Nyonya Manisih tersebut dengan keadaan di era modern sekarang ini, maka nilai barang tersebut seharusnya masuk kategori tindak pidana ringan, akan tetapi yang terjadi adalah Nyonya Manisih tetap diproses dan dianggap melakukan pencurian biasa. Kasus Nyonya Manisih cukup menyita perhatian publik, hukum dianggap tidak lagi sesuai denga cita-citanya yaitu keadilan, kemanfaatan. Hakim dianggap dianggap hanya sebagai corong undang-undang, padalah menurut hukum yang hidup di masyarakat perbuatan tersebut bukanlah pencurian.

Dalam upaya pembaharuan yang memeperhatikan nilai-nilai luhur bangsa, asas legalitas dalam Konsep KUHP baru diperluas yaitu dengan perumusan asas legalitas materiil yang ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) yang berbunyi: (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan (2) Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas-asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.

KUHP yang berlaku di Indonesia masih menerapkan nilai-nilai kolonial, belum berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Ide dasar (basic ideas) keseimbangan Pancasila berorientasi pada paradigma moral religius (ketuhanan), Paradigma Kemanusiaan (humanistik) paradigma kebangsaan, Paradigma demokrasi dan hikmah kebijaksanaan, Paradigma keadilan sosial. Konsep keseimbangan menjadi ide pembaharuan dalam hukum pidana di Indonesia yang tidak ada dalam KUHP, sehingga pembaharuan hukum pidana haruslah diikuti dengan mengganti KUHP dengan tujuan agar sistem yang nilai yang dianut sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia dan keadilan yang diharapkan dapat terwujud. Hal ini penting karena membuat hukum pidana yang sesuai dengan karakter bangsa yang menempatkan kepentingan individu dan kepentingan sosial secara berimbang, sehingga konsep keseimbangan mendasari pengaturan pembaharuan hukum pidana di Indonesia.

Jadi kesimpulannya Pembaharuan Hukum Pidana haruslah meneyesuaikan dengan kondisi kejahatan yang seupdate mungkin, mengedepankan nilai-nilai keadilan baik itu bagi korban maupun bagi pelaku. Karna apabila pembaharuan didasari atas kepentingan dan rasa keadilan terhadap korban saja, maka kasus Nyonya Manisih akan terus berlanjut dan akan terus terjadi korban-korban Nyonya Manisih lainnya.


Penulis : FARHAN ZULFAHMI

Post a Comment

Previous Post Next Post