Urgensi Latar
Belakang Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia dan Lahirnya Pasal Tentang Berita
Bohong di dalam RKUHP
Oleh
Rizky
Amalia Saragih, S.H
Mahasiswa
Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara
Hukum pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di
suatu negara yang memiliki aturan hukum. Hukum bersifat yang memaksa dan
mengikat, maka mempunyai akibat dari pelaksanaanya. Akibat tersebut berupa
sanksi baik sanksi pidana maupun sanksi tindakan (maatregel).Jika kita melihat
dari sejarah hukum pidana di Indonesia, hukum pidana merupakan warisan hukum
kolonial Belanda yang diterapkan di indonesia ketika Belanda melakukan
penjajahan di Indonesia selama 350 Tahun. Akibatnya hukum pidana Indonesia
sampai saat ini masih mempergunakan hukum pidana warisan Belanda yang produknya
yaitu Wetboek van Strafrecht (WvS) atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(selanjutnya disebut dengan KUHP). Sehubungan dengan adanya fakta tersebut maka
pembaharuan hukum pidana dalam rangka menciptakan sistem hukum pidana nasional
menjadi sangat penting dan mendesak untuk dikedepankan.
Oleh karena itu diperlukannya pembaharuan hukum pidana yang pada
hakikatnya mengandung beberapa makna, suatu upaya peninjauan dan penilaian
kembali sesuai dengan nilai-nilai sosio politik, sosio filosofis, sosio
kultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan
criminal, dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia. Adapun wujud dari upaya
pembaharuan hukum pidana di Indonesia ini untuk menciptakan kodifikasi hukum pidana
Indonesia yang dimana selama ini produk hukum pidana yang dipakai Indonesia
ialah produk hukum warisan Belanda yaitu WvS.
Disamping hal tersebut tentunya
upaya dari pembaharuan hukum pidana Indonesia ini tentunya juga untuk mengikuti
perkembangan zaman, dimana pada era modern ini tentunya juga hukum harus
mengikuti perkembangan di masyarakat, sebagaimana halnya, semakin berkembangan
zaman di era modern ini tentunya juga banyak bermuculan kejahatan-kejahatan
yang baru.
Menurut
pendapat Barda Nawawi bahwa makna dan hakikat pembaharuan hukum pidana dapat:
1.
Dilihat dari sudut pendekatan kebijakan:
a.
Sebagai bagian dari kebijakan sosial bahwa pembaharuan
hukum
pidana merupakan bagian dari upaya untuk mengatasi
masalah-masalah
sosial.
b.
Sebagai bagian dari kebijakan kriminal bahwa pembaharuan
hukum
pidana merupakan bagian dari upaya perlindungan
masyarakat.
c.
Sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum bahwa
pembaharuan
hukum pidana merupakan bagian dari upaya pembaharuan substansi hukum dalam
rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum.
2.
Dilihat dari sudut pendekatan nilai, pembaharuan hukum pidana merupakan upaya
melakukan peninjauan dan penilaian kembali nilai-nilai sosio politik, sosio
filosofis dan sosio kultural yang melandasi dan memberi isi terhadap muatan
normatif serta substansi hukum pidana.
Sebagaimana halnya RKUHP yang diundangkan mulai tahun 2026 nanti
diharapkan memenuhi aspek sosial, politik dan budaya bangsa Indonesia, dimana
tentunya berbagai macam pasal yang ada di RKUHP tersebut belum ada di atur
dalam KUHP buatan Belanda yang selama ini di pakai yaitu Wetboek van
Strafrecht, sehingga dibuatlah pembaharuan hukum pidana yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat di era modern seperti ini, sehingga adanya perubahan
seperti yang dicita-citakan bangsa Indonesia yaitu untuk mencapai kesejahteraan
seluruh bangsa Indonesia dan menciptakan penegakan hukum yang seadil adilnya.
Sebagaimana diketahui tindak pidana beritang bohong sebelumnya tidak
diatur dalam KUHP buatan kolonial Belanda namun dengan hadirnya RKUHP yang akan
digunakan mulai 2026 mendatang tentu menghadirkan hukum di era modern ini.
Sebagai mana diketahui banyaknya terjadi penyebaran berita bohong yang dapat
menimbulkan rasa kebencian dan tentunya dapat membuat kerusuhan pula.
Adapun selama ini mengenai “ berita bohong” ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dimana pasal Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) melarang: Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Pasal
mengenai berita bohong ini juga menjadi Pasal kontroversial di dalam RKUHP,
sebagaimana isinya sebagai berikut: RKUHP mengatur soal penyiaran,
penyebarluasan berita atau pemberitahuan yang diduga bohong. Pasal ini, dapat
menyasar pers atau pekerja media.Pada Pasal 263 Ayat 1 dijelaskan bahwa
seseorang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan
padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang
mengakibatkan kerusuhan dapat dipenjara paling lama 6 tahun atau denda Rp500
juta.
"Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau
pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut
bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V,"
demikian bunyi Pasal 263 Ayat 1.
Kemudian
pada ayat berikutnya dikatakan setiap orang yang menyiarkan atau
menyebarluaskan berita atau pemberitahuan, padahal patut diduga berita bohong
dan dapat memicu kerusuhan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 atau
denda Rp200 juta.
Lebih lanjut, RKUHP terbaru juga memuat ketentuan penyiaran berita yang dianggap tidak pasti dan berlebihan. Seseorang yang membuat dan menyebarkan berita tersebut dapat dipenjara 2 tahun atau denda paling banyak Rp10 juta. Hal itu tertuang dalam pasal 264.
Tentunya
dengan hadirnya pasal tentang berita bohong ini akan membuat penegakan hukum di
Indonesia ini semakin adil dan tentunya hukum yang digunakan juga hukum yang
modern dan tidak ketinggalan zaman, dimana dapat dilihat banyak sekali
penyebaran berita bohong yang terjadi di Indonesia ini yang dapat memecah belah
masyarakat, menimbulkan rasa kebencian dan tentu nya dapat merugikan orang yang
menjadi korban.
Tentu
saja walaupun telah diatur dalam UU ITE sebagaimana yang terdapat dalam Pasal
28, namun dalam pasal itu tidak spesifik perbuatan yang bagaimana dan kriteria
seperti apa sajakah yang masuk kategori berita bohong ini, sementara jika
dibandingkan dengan Pasal 263 ayat 1 RKHUP, dimana jika dialisis dari Pasal
tersebut lebih spesifik menjelaskan bahwa berita bohong ini bagi yang
menyebarkannya akan dikenakan sanksi pidana, karena menggunakan kata “ patut
diduga” , mengandung berita bohong saja sudah ada hukuman pidannya. Tentu
dengan hadirnya pasal berita bohong ini diharapkan meminimalisir terjadinya
berita bohong yang marak terjadi di Indonesia ini. Sebagaimana halnya
masyarakat awam gampang saja menerima berita yang tidak jelas kebenarannya
hanya sekali membaca berita yang semisalnya dimasukin ke internet oleh pihak
yang tidak bertanggung jawab yang tujuannya untuk membuat kerusuhan public.