Penyelesaian Masalah Utang Piutang Melalui Kepailitan dalam Perspektif Hukum Bisnis
Oleh Ruth Diyantika Mahasiswa Magister Ilmu Hukum USU
Ruth Diyantika |
Pailit dapat diartikan sebagai suatu keadaan debitor dalam keadaan berhenti membayar utang karena tidak mampu. Kata pailit dapat juga diartikan sebagai Bankcrupt. Kata Bankcrupt sendiri mengandung arti kata banca ruta.
Pailit berbeda pengertiannya dengan kepailitan. Pengertian tersebut berdasarkan Undang-Undang No 37 Tahun 2001 Pasal 1 ayat 1: Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaann debitor pailit yang pengurusan dan pemberesennya dilakukan di Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Menurut Pasal 1 angka 6 UUK Nomor 37 Tahun 2004 yang dimaksud dengan utang adalah: “Kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau Undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.”
Undang-Undang
Kepailitan mengatur 2 (dua) alternatif penyelesaian utang Debitor pailit
terhadap para Kreditornya, yaitu:
1.
(1) Melalaui perdamaian (accoord),
diatur dalam Pasal 144 sampai dengan Pasal 177; dan
2.
(2) Melalui pemberesan
harta pailit, diatur dalam Pasal 178 sampai dengan Pasal 203.
Penyelesaian utang Debitor pailit terhadap para Kreditornya melaui
perdamaian (accoord) dapat terjadi apabila paling lambat 8 (delapan)
hari sebelum rapat pencocokan piutang Debitor pailit mengajukan rencana
perdamaian dan diumumkan dengan jalan diletakkan di Kepnitiraan Pengadilan
Niaga (Pasal 145 UUK). Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan segera
diambil keputusan setelah pencocokan piutang berakhir, apabila rencana
perdamaian disetujui oleh Kreditor menurut prosedur yang berlaku serta
memperoleh pengesahan dari Pengadilan Niaga dan telah berkekuatan hukum tetap,
maka kepailitan berakhir. Kurator wajib mengumumkan perdamaian tersebut dalam
Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian
yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas, serta mempertanggung jawabkan kepada Debitor
di hadapan Hakim Pengawas (Pasal 166 ayat (2) UUK).
Penyelesaian utang Debitor pailit diselesaikan sesuai kesepakatan
dalam perdamaian.dan berlaku bagi semua Kreditor konkuren dengan tidak ada
pengecualian (Pasal 162 UUK). Sedangkan bagi Kreditor separatis dan Kreditor
yang diistimewakan (preferen) kesepakatan dalam perdamaian tidak berlaku,
mereka tetap mendapat haknya secara utuh. Jumlah uang yang menjadi hak Kreditor
preferen yang telah dicocokan dan diakui harus diserahkan kepada Kurator,
kecuali apabila Debitor telah memberi jaminan (Pasal 168 ayat (1) UUK).
Kreditor dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan apabila
Debitor lalai memenuhi isi perdamaian. (Pasal 170 ayat (1) UUK). Tuntutan
pembatalan perdamaian dilakukan dengan cara sebagaimana dalam pengajuan
permohonan kepailitan (Pasal 171 UUK). Akibat pembatalan perdamaian adalah
proses kepailitan dibukan kembali dengan melanjutkan proses kepailitan yang
sudah ada.
Penyelesaian utang Debitor pailit kepada para Kreditornya melalui
pemberesan harta pailit dapat terjadi apabila dalam rapat pencocokan piutang
tidak ditawarkan rencana perdamaian, rencana perdamaian yang ditawarkan tidak
diterima, atau pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, demi hukum harta pailit berada dalam keadaan
insolvensi (Pasal 178 ayat (1) UUK).
Kurator harus memulai pemberesan dan menjual semua aset/harta
pailit, setelah terkumpul cukup uang tunai dari hasil penjualan harta pailit
kemudian dikurangi biaya-biaya kepailitan dan sisanya untuk membyar utang
Debitor pailit kepada kreditor pailit.
Proses pembayaran utang Debitor pailit kepada Kreditor adalah sebagai berikut:
1.
(1) Kurator membuat
daftar pembagian (Pasal 189 ayat (1) UUK). Daftar tersebut memuat: (Pasal 189
ayat (2) UUK)
- Rincian penerimaan dan pengeluaran termasuk didalamnya upah
Kurator;
- Nama Kreditor;
- Jumlah yang dicocokkan dari tiap-tiap piutang;
- Bagian yang wajib diterimakan kepada Kreditor.
2.
(2) Daftar pembagian
dimintakan persetujuan kepada hakim Pengawas Pasal 189 ayat (1) UUK).
(3) Daftar pembagian yang telah disetujui Hakim Pengawas diletakkan
di Kepaniteraan Pengadilan Niaga agar dapat dilihat oleh Kreditor selama
tenggang waktu yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas (Pasal 192 ayat (1) UUK).
(4) Penyediaan daftar pembagian di Kepaniteraan Pengadilan Niaga dan
tenggang waktu bagi Kreditor untuk melihat daftar tersebut oleh Kurator
diumumkan paling sedikit dalam 2 (dua) surat kabar yang ditunjuk Hakim Pengawas
(Pasal 192 ayat (2) UUK).
(5)Selama tenggang waktu tersebut Kreditor dapat mengajukan
perlawanan dengan cara mengajukan surat keberatan disertai alas an kepada
Kepaniteraan Pengadilan Niaga (Pasal 193 ayat (1) UUK.
(6) Pengadilan Niaga paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tenggang
waktu tersebut berakhir harus memberikan putusan disertai pertimbangan hukumnya
(Pasal 194 ayat (6) UUK). Terhadap putusan Pengadilan Niaga tersebut dapat
diajukan kasasi oleh Kurator atau setiap Kreditor (Pasal 196 ayat (1) UUK).
(7) Setelah berakhirnya tenggang waktu untuk melihat daftar
pembagian, atau dalam hal telah diajukan perlawanan setelah putusan perkara
perlawanan diucapkan, maka pembayaran utang debitor pailit kepada Kreditor
segera dilakukan oleh Kurator sesuai daftar pembagian yang telah ditetapkan
(Pasal 201 UUK).
Kepailitan berakhir setelah kepada Kreditor yang telah dicocokkan
dibayar jumlah penuh piutang mereka, atau segera setelah daftar pembagian
penutup mengikat (Pasal 202 ayat (1).
Kurator membereskan dan membaginya berdasarkan daftar pembagian yang dahulu,
dalam hal sesudah pembagian penutup ada pembagian yang tadinya dicadangkan bagi
Kreditor yang hak untuk didahulukan dibantah karena belum ada putusan mengenai
hak untuk didahulukan, jatuh kembali dalam harta pailit, atau apabila ternyata
masih terdapat bagian harta pailit yang sewaktu diadakan pemberesan tidak
diketahui (Pasal 203 UUK).